:

5 Fakta Raden Mas Said, Raja Sekaligus Panglima Paling Ditakuti


Fakta Raden Mas Said
Fakta Raden Mas Said yang bikin merinding (Foto: wvisitjawatengah.com)

RADAR TEGAL – Raden Mas Said merupakan tokoh penting dalam sejarah raja-raja Jawa. Tokoh inilah yang memegang penting dalam peristiwa Perjanjian Salatiga pada 264 tahun lalu. 

Raden Mas Said termasuk bangsawan yang sangat menentukan perilaku VOC yang sewenang-wenang di wilayah Mataram. Ia yang kelak menjadi pendiri Mangkunegaran ini juga ikut memperjuangkan hak etnis Tionghoa yang terinjak saat itu. 

Latar Belakang 

Raden Mas Said atau yang memiliki gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I lahir pada 7 April 1725. 

Ia merupakan putra Kanjeng Pangeran Adipati Mangkunegara yang masih satu keturunan dengan Amangkurat IV, raja Mataram ke-8. 

Sebenarnya, KPA Mangkunegara adalah pewaris sah tahta Mataram, tetapi karena sikapnya yang anti Belanda membuat Ia menjadi bawahan. 

Serupa dengan ayahnya, Raden Mas Said juga memiliki pandangan yang sama anti VOC. 

Saat Raden Mas Said menginjak remaja ia merasakan keresahan karena sikap Pakubuwono II yang menjadikannya sebagai gandhek atau bangsawan rendahan di Mataram. 

Seharusnya jika melihat dari garis keturunan, Raden Mas Said harus ditempatkan sebagai Pangeran Santana. 

Hal ini yang membuat Raden Mas Said sangat tekun dalam mempelajari taktik dan strategi perang, sehingga disebut sebagai sambar nyawa. 

BACA JUGA: Jalan-Jalan Ke 4 Bangunan Bersejarah di Kota Tegal Ini Yuk!

Sepak terjang melawan Belanda 

Pemberontakan di Keraton Kartasura saat 30 Juni 142 adalah awal dari perjuangan RM. Said. Bersama dengan RM. Garendi, mereka bersama merobohkan tembok Keraton Kartasura setinggi 4 meter. 

Hal itu menyebabkan Pakubuwono II (penguasa saat itu) dan semua kalangan bangsawan pergi melarikan diri agar selamat. 

Pemberontakan tersebut sebagai bentuk tuntutan keadilan dan kebenaran untuk rakyat Mataram yang tertindas VOC dan rajanya sendiri. 

RM. Said pada masa itu yang baru berusia 19 tahun telah membangun pertahanan di Randawulan sebelah utara Surakarta. Ia juga bergabung dengan Sunan Kuning untuk melawan VOC dan menjadi panglima perang. 

Enam bulan setelah pemberontakan, Pakubuwono II kembali ke Keraton Kartasura dan memutuskan untuk pindah karena kondisinya yang hancur lebur. 

Mengamini petunjuk dari para pujangganya, Pakubuwono memindahkan pemerintahan Mataram ke Desa Sala. Namun, hal ini harus ditukar dengan penyerahan wilayah pantai utara ke VOC. 

Tidak hanya itu, VOC membuat aturan bahwa pengangkatan pejabat tinggi di keraton memerlukan persetujuan Belanda terlebih dahulu. Ibaratnya, raja Jawa hanyalah peminjam kekuasaan Belanda. 

Bekerja sama dengan mertuanya 

Pangeran Mangkubumi yang putrinya menikah dengan RM. Said memutuskan ikut berontak dan bergabung bersama laskar RM. Said.

Mereka memilih melawan Belanda di pedalaman dengan bergerilya. Saat ini lokasi tersebut bernama Yogyakarta. 

Saat mendengar kabar Pakubuwono II wafat, RM. Said menyuruh Pangeran Mangkubumi untuk menjadi raja Mataram sebelum pengangkatan putra Pakubuwono II terjadi. 

Akhirnya Pangeran Mangkubumi menobatkan dirinya sendiri yang terjadi pada tahun 1749 Masehi. Selanjutnya RM. Said juga diangkat menjadi panglima perang dan nama istrinya menjadi Kanjeng Ratu Bandara. 

BACA JUGA: Sejarah Uang Logam Indonesia, Jejak Peradaban Mata Uang Nusantara

Berbagai perlawanan Raden Mas Said 

Raden Mas Said mengisi 16 tahun hidupnya untuk berperang melawan kekuasaan Mataram dan VOC. Di tahun 1741-1742, ia memimpin laskar Tionghoa untuk melawan Belanda. 

Di tahun 1743-1752, Ia bergabung bersama Pangeran Mangkubumi untuk melawan Mataram dan Belanda. Hingga sisa di tahun 1757, melawan VOC hingga menimbulkan perjanjian Giyanti 1755.

Perjanjian tersebut berisi wilayah Mataram yang terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasunanan Yogyakarta sebagai hasil rekayasa dari Belanda. 

Raden Mas Said sendiri sangat menentang isi perjanjian Giyanti yang memecah belah rakyat Mataram. Ia juga menyayangkan sikap dari ayah mertua dan pamannya yang dirajakan oleh VOC. 

Selama 16 tahun, setidaknya tercatat terdapat 250 lebih pertempuran pasukan Raden Mas Said yang hasilnya selalu gemilang. 

Ia memiliki semboyan mati siji, mati kabeh, mukti siji, mukti kabeh yang bermakna gugur satu, gugur semua, sejahtera satu, sejahtera semua. 

Hal itulah yang memberikan makna begitu dalam bagi para pengikut dan prajuritnya karena timbul rasa solidaritas. 

BACA JUGA: 5 Makam Tokoh Berpengaruh di Tegal, Ada Makam Raja Mataram

Mempunyai julukan Pangeran Sambernyawa

Raden Mas Said atau Pangeran Mangkunegara adalah sosok yang hebat dalam membuat strategi perang. Bakan Baron van Hohendorff menyatakan bahwa kehebatan Pangeran Mangkunegara tidak bisa tersepelekan. 

Pangeran Mangkunegara sejak kecil sudah sangat terbiasa dengan peperangan, hal ini yang membuat kemampuannya dalam mengatur strategi perang sangat jitu dan sering berhasil. 

Akibat dari kekuatan dan kecerdasannya dalam berperang, RM. Said mendapat julukan sebagai Pangeran Sambernyawa, yang bermakna siapapun yang berhadapan dengannya akan mati. 

Pendiri Mangkunegaran 

Wilayah Surakarta memiliki 2 keraton, yakni Keraton Kasunanan Surakarta, dan Keraton Mangkunegaran. Hal tersebut terjadi dari adanya perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. 

Saat VOC dan para sultan Mataram tidak bisa menjamah RM. Said, akhirnya ia dibujuk untuk ke meja perdamaian agar berunding dengan Pakubuwono III. 

RM. Said menyetujui dengan syarat tanpa adanya ikut tangan VOC dan ia datang bersama 120 prajuritnya. Dari sana ia diangkat sebagai pangeran mandiri yang memiliki gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara. 

Beberapa persyaratan harus terpenuhi seperti tidak boleh memiliki singgasana dari emas, tidak boleh membuat alun-alun dan beringin kurung, tidak diperkenankan membuat Bangsal Witana (tempat pengambilan sumpah raja), dan tidak membalas hutang nyawa di masa lalu. 

Rm. Said akhirnya menyetujui dengan memberikan syarat bahwa ia boleh duduk sama rata dengan Pakubuwono III, dan wilayah yang pernah dikuasai menjadi miliknya. 

Setelah semuanya sepakat, mulai awal perjalanan Pura Mangkunegaran. Selain itu, adanya perjanjian ini membuat Kepatihan Surakarta bergeser karena RM. Said yang menempati kepatihan dan menata ulang. 

BACA JUGA: Misteri Hilangnya Kerajaan Pajajaran: Jejak Sejarah yang Lenyap dalam Kabut Misteri

Itulah 5 fakta dari Raden Mas Said, seorang pendiri Mangkunegaran yang memiliki kisah perjuangan hebat dalam melawan penjajah.

Raden Mas Said juga mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional atas jasa kepahlawanannya dan mendapat Bintang Mahaputra.***

Ikuti Kami di

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *