RADAR TEGAL- Heboh kawin kontrak yang muncul di media sosial Twitter beberapa hari lalu ternyata bukan hal yang baru. Sejak lama, praktik pernikahan ini muncul di masyarakat.
Di Indonesia sendiri, aturan yang menyinggung tentang ini sudah muncul di tahun 1974. Kawin kontrak sangat bertentangan dengan Undang-undang No.1 Tahun 1974.
Penyebabnya, karena dalam kawin kontrak yang menonjol hanya nilai ekonomi. Sementara perkawinan ini hanya bersifat sementara.
Badan Litbang Diklat Mahkamah Agung RI memuat hal ini di webnya. Hal itu muncul dalam sebuah buku berjudul ‘Eksistensi Kawin Kontrak dalam Perspektif Norma dan Tuntutan Ekonomi (Sebuah Kajian Sosio Yuridis).’
Dengan penyusun Dr Drs H Sirajuddin Sailellah, SH, MHI, buku itu menyebut soal kawin kontrak. Salah satu bentuk perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat dan hukum yang berlaku.
BACA JUGA: Heboh Kawin Kontrak, Boleh Kencan dan Tanpa Nafkah
Kawin kontrak bertujuan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Sementara dalam islam perkawinan tidak hanya untuk kebutuhan dunia saja, tetapi juga untuk akhirat.
Perkawinan kontrak terjadi dalam jangka waktu tertentu, dan adanya imbalan materi bagi salah satu pihak. Termasuk ketentuan-ketentuan lain dalam suatu kontrak atau kesepakatan tertentu.
Jadi dalam kawin kontrak yang menonjol hanyalah keuntungan dan nilai ekonomi dari adanya perkawinan tersebut.
Masyarakat menilai bahwa kawin kontrak sebagai upaya melegalkan bentuk perzinahan, perselingkuhan, dan upaya melepaskan diri dari tekanan kemiskinan.
BACA JUGA: Janda Baru di Brebes Setahun Bertambah 596 Orang, Tahun 2022 Ada 6.055 Wanita Jomlo
Seperti di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Cisarua. Sekitar bulan Juni-Agustus, atau pada musim Arab, sebutan masyarakat setempat, banyak turis asal Timur Tengah datang berlibur.
Mereka menikah kontrak dengan perempuan Cisarua atau daerah sekitarnya, seperti Cianjur dan Sukabumi. Namun di sini tidak ada data pasti berapa jumlahnya, juga kapan “kebiasaan” ini ada. (*)