RADAR TEGAL – Penanggalan yang dikenal oleh mayoritas masyarakat Indonesia adalah penanggalan Masehi. Sistem tanggal ini juga yang penggunaannya secara internasional. Tetapi, beda dengan masyarakat Jawa yang punya sistem kalender Jawa tersendiri.
Masyarakat Jawa mengenal tiga sistem penanggalan. Antara lain kalender Masehi yang paling umum, Hijriah atau kalender Islam, dan kalender Jawa. Penanggalan Jawa inilah yang paling muda di antara ketiga penanggalan tersebut.
Kalender Jawa tidak hanya sebatas penentu batasan waktu dan hari-hari secara umum. Hal ini juga berkaitan dengan kepercayaan yang berkembang di masyarakat Jawa.
Lalu, bagaimanakah asal usul dan sejarah penciptaan penanggalan dalam kalender Jawa? Berikut inilah penjelasannya.
BACA JUGA: Percaya atau Tidak? Ini 4 Mitos Larangan dalam Pernikahan Jawa
Sultan Agung sebagai pencipta kalender Jawa
Pertama kali munculnya penanggalan Jawa adalah pada tahun 1633 Masehi. Tepatnya, pencipta sisten tanggal ini adalah Sultan Agung, salah satu raja Mataram Islam.
Sultan Agung berkuasa pada sekitar 1613 sampai 1645. Raja ini merupakan raja yang berhasil membawa kejayaan pada Mataram Islam di bawah pemerintahannya.
Ada banyak perubahan yang terjadi dalam masa pemerintahan Sultan Agung, salah satunya adalah pembuatan sistem penanggalan Jawa.
Di tengah masyarakat yang punya banyak pengaruh kepercayaan tradisional masyarakat Jawa pada masa itu, penanggalan Jawa muncul sebagai perpaduan antara penanggalan Saka dan Hijriah.
Saka adalah sistem tanggal dari India, menggunakan pergerakan matahari. Sedangkan Hijriah adalah sistem penanggalan Islam yang menggubakan pergerakan bulan. Sebelumnya, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka.
Sultan Agung membuat sistem kalender Jawa dengan maksud agar perayaan adat dari keraton bisa terjadi bersamaan dengan perayaan hari besar Islam. Itulah sebabnya sistem penanggalan Jawa ini tercipta.
BACA JUGA: Warisan Budaya Sejak Zaman Mataram, Begini Asal Usul Jamu
Sistem perhitungan dan siklus lima hari
Mulainya penanggalan Jawa adalah pada pergantian tahun Saka 1555 yang bertepatan debgab tahun baru Hijriah 1043. Penanggalan ini mengikuti sistem pergerakan bulan pada hitungan Hijriah, tetapi tetap meneruskan angka tahun kalender Saka.
Jadi, jumlah hari dan bulan dalam sistem tanggal Jawa mengikuti sistem Hijriah. Bulan dalam kalender Jawa adalah Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, dan Besar.
Perhitungan bulan di penanggalan Jawa menyesuaikan penanggalan Hijriah, jadi setiap 1 Suro jatuh bertepatan dengan 1 Muharram. Sehingga, perayaan tahun baru Jawa menyesuaikan dengan tahun baru Islam.
Selanjutnya, ada dua siklus hari, yaitu siklus mingguan tujuh hari seperti Masehi, dan siklus lima hari yang bernama pancawara. Pancawara terdiri atas lima hari pasaran yang kita kenal sebagai Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.
Itulah dia informasi mengenai sejarah dan asal usul kalender Jawa. Sultan Agung menetapkan penanggalan ini untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura yang masih termasuk daerah Mataram Islam. Kini, masyarakat Jawa masih memakai sistem penanggalan ini.***