RADAR TEGAL – Sebuah monumen yang berada di kota Solo adalah Tugu Lilin. Monumen tersebut menjadi salah satu ikon kota budaya tersebut.
Tugu ini memiliki sejarah pembangunan di baliknya yang sangat sayang apabila tidak mengulasnya. Berikut 3 fakta Tugu Lilin Solo
Sudah ada sejak 1933
Tugu ini dibangun sebelum Indonesia merdeka seperti dalam laman Kemendikbud. ide awal pembangunan tugu telah terencana sejak awal.
Gagasan tersebut berlanjut dengan sayembara rancangan tugu. Karya yang terpilih merupakan milik Ir. Soetedjo.
Selanjutnya Pakubuwono X juga mengizinkan untuk dibangun pada November 1933. Akhirnya setelah proses panjang, Tugu Lilin rampung pada setahun setelahnya.
BACA JUGA: Fakta Pura Mangkunegaran di Solo, Wisata Budaya Jawa-Eropa
Untuk memperingati Budi Utomo
Tujuan pembangunan Tugu Lilin di Solo merupakan salah satu bentuk cara untuk menghormati 25 tahun berdirinya organisasi Budi Utomo.
Budi Utomo telah berdiri membawa pergerakan pada bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Organisasi ini pertama di Indonesia yang bersifat modern dan nasional.
Sebelum kenal dengan gagasan bhineka tunggal ika, Budi Utomo telah membangun visi untuk melihat seluruh penduduk hindia tanpa melihat perbedaan ras, keturunan, kelamin, dan agama.
Karena besarnya kontribusi organisasi ini, perwakilan masyarakat Solo yang berpartisipasi dalam Kongres Indonesia Raya I di tahun 1931 di Surabaya.
Mereka menggagas untuk membuat monumen perjalanan organisasi Budi Utomo yang tetap kokoh selama 25 tahun.
Selanjutnya disetujui dalam pemufakatan Budi Utomo dan sayembara desain juga terlaksana. Hingga akhirnya tugu ini terbentuk di Desember 1933.
BACA JUGA: Gedung DJoeang 45 Solo, Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia
Tugu Lilin sebenarnya memiliki nama resmi
Monumen yang akhirnya terkenal karena bentuknya, sebenarnya memiliki nama resmi, yakni Tugu Kebangkitan Nasional.
Berdasarkan sejarahnya, tugu ini juga pernah beberapa kali mengalami pergantian nama. Misalnya pada awal peresmian, monumen ini bernama Toegoe Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908-1933.
Selanjutnya mengalami pergantian oleh Pemerintah Belanda menjadi Toegoe Peringatan Kemadjoean Rakjat 1908-1933.
Lalu lahirlah nama yang disepakati secara nasional, yakni Tugu Kebangsaan Nasional.
Bukan sekedar tugu, tetapi punya makna yang dalam
Tugu Lilin bukan sebagai pajangan semata, melainkan tugu ini mencerminkan harapan dan kekuatan masyarakat Indonesia.
Bentuk lilin sebagai simbol semangat yang terus membara tak padam, seperti semangat kemerdekaan. Selain itu, rancangan pada tugu ini mampu dipahami oleh seluruh kalangan masyarakat.
Selain itu, tugu ini juga menggambarkan cita-cita keinginan bangsa untuk bersatu dan berjuang.
Dianggap simbol pemberontakan
Salah satu ikon kota Solo ini menurut Belanda mengandung simbol pemberontakan dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Belanda sempat menolak pembangunannya.
Setelah penolakan tersebut, Raja Keraton bernama Pakubuwono X melakukan perundingan dengan pemerintah Belanda agar tugu lilin tetap memberikan izin.
Akhirnya berkat Pakubuwono X, pembuatan tugu lilin terlaksana dan hingga hari ini kita bisa menyaksikannya.
Saking istimewanya, Tugu Lilin menjadi lambang Kota Surakarta di tahun 1953. Tidak hanya itu, salah satu klub Persis Solo juga menggunakan Tugu Lilin menjadi lambangnya agar menyiratkan persatuan dan semangat berjuang.***
