:

Mengenal Stunting, Penyebab Dan Upaya Pencegahannya


Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Penyuluhan dan Pergerakan (Dalduk PP) Kambali. (Dedi Sulastro)

RADAR TEGAL – Stunting adalah kondisi gagal tumbuh dan gagal kembang. Ini disebabkan oleh kekurangan asupan gizi yang kronis dan terkena penyakit infeksi yang berulang-ulang.

Yaitu dengan tanda panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Sesuai standar menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Penyuluhan dan Pergerakan (Dalduk PP) DP3KB Brebes Kambali.

Di Kabupaten Brebes sendiri terdapat 41.419 keluarga beresiko stunting. Jumlah tersebut berdasarkan data pemutahiran oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3KB) Brebes pada 2022 lalu.

Keluarga beresiko itu adalah yang memiliki satu atau lebih faktor risiko. Keluarga semacam ini memungkinkan melahirkan anak stunting. Dan atau melahirkan anak normal, namun dalam pertumbuhan dan perkembangannya beresiko.

Sementara, data keluarga yang beresiko misalnya keluarga yang tidak memiliki jamban yang layak. Terus keluarga yang tidak memiliki sumber air minum utama yang layak, dan Keluarga beresiko stunting karena 4T.

“4T itu yaini, hamil terlalu muda, hamil terlalu tua, jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan atau jumlah anak yang terlalu banyak (lebih dari dua anak),” kata Kambali.

BACA JUGA : 41.419 Keluarga di Brebes Beresiko Stunting

Menurutnya, sesuai Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting itu ada lima kelompok sasaran dalam percepatan penurunannya. Yaitu remaja atau calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, bayi dua tahun (Baduta) dan bayi lima tahun (Balita).

Sementara sesuai survei oleh Study Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 lalu, prevalensi stunting di Brebes sebesar 26,3 persen. Menurut survei tersebut, jika berdasarkan kelompok umur, balita yang memiliki umur lebih dari 2-3 tahun, 3-4 tahun dan 4-5 tahun adalah kelompok paling banyak terkena stunting.

“Sementara untuk Baduta sendiri mulai dari kelompok 0-5 bulan, 6-11 bulan, kelompok Baduta 12 sampai 23 bulan itu kelompok umur yang paling sedikit jumlah kasus stuntingnya,” terangnya.

Artinya, lanjut dia, percepatan penurunan stunting berdasarkan kelompok umur kalau konsen dan fokus ke Baduta. Otomatis dalam tiga tahun ke depan akan signifikan penurunannya.

“Kenapa, karena kelompok dua tahun ke atas yang jumlah paling banyak diantara jumlah kelompok umur yang lain. Nantinya, tiga tahun ke depan mereka tidak lagi berusia lima tahun ke atas. Dan itu tidak termasuk ke prevelensi stunting,” pungkasnya.(*)

Ikuti Kami di

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *