RADAR TEGAL – Di Indonesia, hal paling lumrah adalah menemukan mitos atau kepercayaan tertentu yang berkembang di masyarakat. Salah satu mitos ini juga ada pada Waduk Malahayu.
Waduk Malahayu berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, yaitu di Banjarharjo, Kabupaten Brebes. Kegunaan waduk ini adalah sebagai irigasi lahan pertanian di daerah tersebut.
Selain itu, fungsi Waduk Malahayu juga sebagai tempat rekreasi dan pencegah banjir. Sebagai objek wisata, tempat ini menawarkan pemandangan alam yang cantik. Waduk ini dikelilingi pegunungan, perbukitan, serta hutan jati yang asri.
Rupanya, waduk ini juga menyimpan mitos yang menjadi kepercayaan masyarakat. Bahkan, masyarakat menuruti tuntutan dalam mitos mengenai Waduk Malahayu. Seperti apakah mitosnya?
BACA JUGA: Gunung Terseram di Jawa Tengah! Ini 6 Mitos yang Ada di Gunung Slamet
Mitos air waduk bikin hubungan pengantin langgeng
Salah satu tradisi yang unik berkaitan dengan waduk ini adalah membasuh muka bagi pengantin baru. Masyarakat sekitar percaya bahwa Waduk Malahayu mengandung berkah yang bisa membuat langgeng dan sebagai tolak bala.
Karena kepercayaan ini, pengantin baru selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi waduk. Bahkan, hal ini menjadi tradisi dalam pernikahan. Jadi, pengantin akan datang dengan masih menggunakan pakaian pengantin bersama iringan mereka.
Waduk ini kabarnya memiliki makhluk penjaga, yaitu seekor ular bernama Ular Untung. Hingga sekarang, keberadaan ular tersebut juga masih menjadi kepercayaan warga sekitar.
BACA JUGA: Jejak Peninggalan Belanda, Ini 6 Pemandangan Kota Tua di Tegal
Salah satu peninggalan Belanda di Brebes
Waduk Malahayu mulai berdiri sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pembangunannya mulai Desember 1933 sampai Mei 1937. Mulanya, mereka membangun bendungan sebelum membangun bendungan utama di hilir.
Di tengah pembangunan bendungan pembantu Waduk Malahayu, air sungai sudah lebih tinggi dari bendungan. Sehingga bendungan ini pun nyaris runtuh karena tergerus air sungai, bahkan beberapa alat berat pun ikut hanyut.
Alhasil, bendungan pembantu dibangun lebih tinggi dengan memanfaatkan karung-karung pasir, sementara melanjutkan pembangunan bendungan utama. Kejadian ini tercantum dalam sejarah irigasi Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda lalu meresmikan waduk ini pada tanggal 19 Mei 1939. Waktu itu, Waduk Malahayu memiliki kapasitas irigasi seluas 18.000 hektar lahan pertanian.
Terdapat bangunan peninggalan Belanda yang masih ada di Waduk Malahayu, yaitu semacam menara yang terhubung dengan sebuah jembatan. Oleh masyarakat, bangunan tersebut bernama Turn.***