ISTILAH liberal arts berasal dari kata artes liberales yang sering di gunakan di Eropa pada abad pertengahan.
Ini bukan pemahaman suatu seni, namun lebih mengacu pada cabang ilmu pengetahuan yang di ajarkan di sekolah pada waktu itu.
Hal ini di sebut liberal (Latin: liber, bebas), karena mereka di tujukan untuk melatih kecerdasan dari orang bebas. Sebagai antitesis dari artes illiberales, yang di gunakan untuk kepentingan ekonomi.
Istilah liberal arts bukan di gunakan untuk mencari nafkah, namun untuk mempelajari sains. Biasanya kurikulum liberal arts merupakan kombinasi antara filsafat dan teologi yang disebut juga sebagai skolastikisme.
Cabang ilmu yang di pelajari liberal arts ada tujuh dan dapat di klasifikasi menjadi dua golongan terpisah. Golongan pertama adalah mempelajari tata bahasa, retorika, dan logika atau dialektika.
Dengan kata lain, golongan pertama biasanya di sebut sebagai kajian bahasa atau artes sermocinales. Golongan kedua terdiri atas aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.
Sering juga di sebut sebagai disiplin matematika-fisika atau artes reales/physicae. Golongan pertama sering di anggap sebagai grup dasar, di mana cabang-cabang ini juga di sebut sebagai artes triviales, atau trivium.
Secara falsafah, ini berarti suatu pertigaan pada jalan. Sebagai kontras dari mereka, ada disiplin matematika fisika atau artes quadriviales atau quadrivium yang sering juga di sebut sebagai perempatan pada jalan.
Tujuh liberal arts adalah anggota dari sistem pembelajaran yang di mulai dari cabang bahasa sebagai tahap pertama, cabang matematika sebagai tahap kedua, dan sains sebagai tahap akhir.
Pada sistem pendidikan modern, yang termasuk ke dalam liberal arts itu adalah studi mengenai teologi, sastra, filsafat, sejarah, bahasa, matematika, dan sains.
Dewasa ini sistem pendidikan liberal arts telah dipraktekkan di hampir semua universitas di Barat, dalam pendidikan tingkat undergraduate (setaraf dengan S-1 di Indonesia).
Tujuan dari liberal arts adalah untuk memberi pengetahuan umum, agar para mahasiswa memiliki dasar pengetahuan kuat.
Implikasi Liberal Arts
Yang akan menjadi bekal kepada mereka dalam dunia kerja dan dalam menempuh karier profesional atau karier ilmiah yang lebih tinggi.
Apabila di interpretasikan secara lebih luas, orang yang mendapat pendidikan liberal arts adalah orang yang bebas untuk memilih satuan.
Atau paket mata kuliah yang di minatinya sebagai bekal apabila ia terjun di dunia kerja.
Program ini pada dua muatan, yaitu dalam perspektif kurikulum pendidikan sebagai kurikulum objek kajian, dan disposisi sikap sebagai kurikulum tersembunyi.
Kurikulum objek kajian berkaitan dengan ilmu yang di pelajari, mencakup sains formal, sains alam empiris, dan sains sosial empiris.
Sementara kurikulum tersembunyi berhubungan dengan etos keilmuan dalam suatu disposisi sikap yang melekat pada kepemilikan ilmu.
Disposisi sikap merujuk pada kemampuan mencetuskan gagasan otentik yang mendasari sikap dan perilaku kelimuan. Pendidikan liberal art menekankan pada pengembangan kemampuan berfikir dan menalar.
Yakni pengolahan kompetensi untuk menemukan dasar rasional bagi suatu gagasan dan sikap, di samping juga mengolah kompetensi-kompetensi yang umum dan mendasar. Umum artinya tidak spesifik atau khusus; mendasar artinya esensial dan tidak pragmatis.
Pendidikan liberal art juga mencakup keseluruhan dimensi kemanusiaan secara utuh, yakni manusia sebagai mahluk yang menalar, berinteraksi dan berkembang. Seklain itu juga menciptakan individu yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab.
Iptek Berkembang Pesat
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini, telah membawa perubahan yang sangat pesat pula dalam berbagai aspek kehidupan.
Pekerjaan dan cara kita bekerja berubah, banyak lapangan pekerjaan hilang.
Sementara berbagai jenis pekerjaan baru bermunculan. Perubahan ekonomi, sosial, dan budaya juga terjadi dengan laju yang tinggi.
Dalam masa yang sangat dinamis ini, perguruan tinggi harus meresponse secara cepat dan tepat.
Di perlukan transformasi pembelajaran untuk bisa membekali dan menyiapkan lulusan Pendidikan tinggi agar menjadi generasi yang unggul. Generasi yang tanggap dan siap menghadapi tantangan zamannya, tanpa tercerabut dari akar budaya bangsanya.
Saat ini kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci penting untuk memastikan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Para mahasiswa yang saat ini belajar di Perguruan Tinggi, harus disiapkan menjadi pembelajar sejati yang terampil, lentur dan ulet (agile learner).
Kebijakan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka yang di luncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merupakan kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh.
Selain itu juga relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Permendikbud No 3 Tahun 2020 memberikan hak kepada mahasiswa untuk 3 semester belajar di luar program studinya.
Melalui program ini, terbuka kesempatan luas bagi mahasiswa untuk memperkaya dan meningkatkan wawasan serta kompetensinya di dunia nyata sesuai dengan passion dan cita-citanya.
Kita meyakini, pembelajaran dapat terjadi di manapun, semesta belajar tak berbatas, tidak hanya di ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium. Tetapi juga di desa, industri, tempat-tempat kerja, tempat-tempat pengabdian, pusat riset, maupun di masyarakat.
Melalui interaksi yang erat antara perguruan tinggi dengan dunia kerja dan dunia nyata, maka perguruan tinggi akan hadir sebagai mata air bagi kemajuan dan pembangunan bangsa. Mereka turut mewarnai budaya dan peradaban bangsa secara langsung.
Di harapkan dengan adanya kebijakan merdeka belajar, mahasiswa memiliki cara pandang yang bermacam-macam dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Juga informasi yang tersampaikan dan dapat di mengerti oleh masyarakat.
Salam Pedagogi.***
*) Dosen Magister Pedagogi Pascasarjana Universitas Pancasakti Tegal
