RADAR TEGAL – Setiap daerah di Indonesia memiliki budayanya masing-masing. Hal inilah yang terlihat juga dalam pernikahan, karena kita bisa mengetahui etnis atau asal-usul seseorang dari adat pernikahannya. Nah, di Betawi, salah satu ciri khas adalah keberadaan roti buaya.
Kalau mendengar kata buaya, mungkin yang pertama kali terbayang adalah hewan karnivora itu. Buaya sendiri seringnya punya konotasi negatif, sebab ada istilah ‘buaya darat’ yang berarti pria yang tidak setia pada pasangannya. Hal ini justru berbanding terbalik dengan makna pada roti buaya.
Roti buaya adalah salah satu ciri khas dalam pernikahan adat Betawi, di mana roti ini menjadi salah satu seserahan. Ada fungsi tersendiri bagi seserahan ini sebagai simbol. Yuk, simak sejarah dan maknanya pada pernikahan khas Betawi.
BACA JUGA: Filosofi Nasi Tumpeng, Asal Mula Tradisi Perayaan Syukuran di Indonesia
Sejarah roti buaya khas Betawi
Rupanya, sejarah terbentuknya roti buaya ini bisa kita lihat sejak kedatangan bangsa Eropa di tanah air ratusan tahun yang lalu. Orang-orang Betawi yang penduduk asli Batavia melihat budaya yang datang dari bangsa asing tersebut dan mengadaptasinya.
Budaya ini adalah ungkapan cinta dengan memberikan bunga kepada orang terkasih. Mulai dari sinilah, penduduk Betawi pun membuat simbol cinta dan kesetiaan mereka sendiri. Simbol yang diambil adalah hewan buaya.
Mengapa buaya? Pada zaman dahulu, daerah Batavia yang sekarang Jakarta itu memiliki sejumlah 13 aliran sungai yang tersebar luas. Di setiap sungai itu terdapat buaya yang tinggal di habitatnya. Jadi, orang-orang asli kala itu tidak asing dengan buaya.
Masyarakat juga tahu mengenai pola hidup buaya yang berbeda dengan hewan lain. Ini adalah salah satu fakta unik buaya yang tidak banyak orang tahu, yakni bahwa buaya semasa hidupnya hanya akan kawin satu kali. Buaya tidak akan kawin lagi meskipun pasangannya hilang atau mati.
Sehingga, masyarakat Betawi menjadikan buaya sebagai simbol kesetiaan. Simbol itu diimplementasikan ke dalam bentuk roti. Nah, roti ini kemudian menjadi simbol yang juga terdapat dalam pernikahan adat Betawi.
Dalam pernikahan, pengantin laki-laki akan memberikan seserahan roti buaya tersebut kepada sang pengantin wanita. Roti ini terdiri atas sepasang, yang satu berbentuk besar dan yang satu lagi ukurannya lebih kecii. Yang kecil ini simbol pasangan wanita, diletakkan di atas buaya yang lebih besar atau di sampingnya.
BACA JUGA: Roh Leluhur dalam Hidangan Sate Lilit, Mitos atau Fakta?
Simbol kesetiaan dalam pernikahan
Panjang roti dalam pernikahan khas Betawi ini bisa mencapai 50 cm. Dengan fungsi sebagai perlambang kesetiaan, seserahan roti buaya hanya berguna sebagai simbol saja. Maka, kita akan menemui bahwa di zaman dahulu, roti ini tidak menjadi hidangan atau sebagai makanan.
Bahkan, dulu roti tersebut pembuatannya sengaja dengan tekstur keras. Setelah pernikahan pun, roti itu hanya akan menjadi pajangan, atau tersimpan tanpa tersentuh hingga membusuk. Hal ini justru menjadi simbol bahwa pasangan akan tetap bersama sepanjang waktu.
Namun, seiring perkembangannya, kini ada banyak roti buaya yang bisa untuk konsumsi. Pembuatannya pun menggunakan bahan-bahan yang baik, dan pernyajian rotinya masih segar dan dengan rasa yang enak. Bahkan, kini roti ini tersaji dengan varian rasa.
Sampai sekarang, roti buaya masih ada dalam pernikahan orang Betawi. Roti ini juga bisa dibagikan kepada kerabat yang hadir di pernikahan, dengan maksud agar mereka bisa segera menyusul melanjutkan ke pelaminan.***