RADAR TEGAL – Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas karunia dan nikmat-nikmat_Nya. Segala karunia tersebut pada hakikatnya merupakan ujian keimanan.
Hamba yang bersyukur akan menggunakan nikmat tersebut untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga kita semua termasuk golongan hamba tersebut dan bukan termasuk golongan manusia yang kufur nikmat.
Shalawat dan salam semoga selalu terhaturkan kepada rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, para shabat dan segenap pengikutnya yang komitmen dengan sunnahnya hingga akhir masa.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Selaku khatib, perkenankan saya menyampaikan pesan takwa kepada diri saya pribadi, dan kepada jamaah pada umumnya. Marilah kita bertakwa kepada Allah, dengan takwa yang sebenar-benarnya.
Jamaah sekalian rahimakumullah,
Kemuliaan dalam agama Islam adalah bertakwa. Sebuah ayat yang familiar di telinga kita, yang sering kita dengar yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
ۚإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.” QS. Al-Hujurat(49): ayat 13
Nilai Ketakwaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala sedang menjelaskan ukuran kemuliaan yang tentunya kebanyakan orang menilai kemuliaan bukan dari ketakwaan. Kebanyakan manusia menilai kemuliaan berdasarkan dari jabatan, kekayaan, dan keturunan.
Sehingga orang setakwa apapun kalau dia miskin, maka orang kurang menghormatinya. Orang setakwa apapun, seandainya dia keturunan orang biasa-biasa saja, maka orang kurang menghormatinya. Begitu pula, orang setakwa apapun seandainya dia tidak memiliki jabatan maka orang kurang menghormatinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa yang mulia bukan yang paling kaya, tinggi jabatannya, maupun ningrat. Kata yang paling mulia adalah yang paling bertakwa di antara kalian. Kemuliaan dalam agama Islam adalah bertakwa
Jama’ah rahimakumullah,
Satu hal yang harus kita ingat, bahwa ketakwaan bukan kita dapatkan dengan pengakuan. Ketakwaan bukan diukur dari klaim, “Saya paling bertakwa”. Bukan, tapi ketakwaan ada ciri-cirinya. Seandainya seseorang memiliki ciri-ciri tersebut, maka dia adalah manusia yang bertakwa.
Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bernama Abdullah Ibnu Zubair radhiyallahu ‘anhu menyampaikan ciri-ciri orang bertakwa, kata beliau:
“Sesungguhnya orang yang bertakwa itu punya ciri atau tanda-tanda. Dengan tanda-tanda itu dia bisa diketahui dan dikenali ketakwaannya. Dan dia juga bisa menyadari apakah dia bertakwa atau tidak”
Berikut ciri-ciri orang bertakwa menurut Abdullah Ibnu Zubair radhiyallahu ‘anhu
Sabar
مِنْ صَبْرٍ عَلَى الْبَلَاءِ، وَرِضًى بِالْقَضَاءِ
Akan terlihat dari kesabaran dan keridhaannya dalam menghadapi musibah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala timpakan kepadanya.
Ketika kita menghadapi musibah, kemudian kita bersabar, bahkan kita ridha menghadapi ujian tersebut.
Syukur
وَشُكْرِ النَّعْمَاءِ
Bersyukur ketika mendapatkan nikmat, sekecil apapun nikmat tersebut.
Maka seandainya ada orang yang mendapatkan nikmat lalu dia menganggap remeh nikmat itu, karena dia pikir itu nikmat yang kecil, berarti dia belum masuk dalam kategori orang yang bertakwa.
Taat
وَذُلٍّ لِحُكْمِ الْقُرْآنِ
Patuh dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang termaktub di dalam Al-Qur’an. Orang yang beriman ketika ketemu dengan ayat Al-Qur’an yang memerintahkan sesuatu maka dia mengatakan, “Sami’na Wa Atho’na”. Dan ketika menemukan ayat Al-Qur’an yang melarang sesuatu, maka dia pun akan meninggalkan tanpa banyak beralasan.
Mari kita periksa tiga ciri ini dalam diri kita masing-masing. Apakah kita sudah bersabar ketika menghadapi ujian? Apakah kita sudah bersyukur? Dan apakah kita sudah patuh dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Seandainya sudah, maka bersyukurlah. Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam orang yang bertakwa. Jika belum, maka berupayalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa dengan memenuhi sifat-sifat tadi.
Barokallohu liwalakum filquranil adzim, wanafaani waiyyakum bimaa afiihi minal ayati
Wadzkril hakim, wataqobbalahu minni waminkum tilawatuhu innahu huwassamii’ ul alim.
Aquulu qoulihadza wastaghfirullooha innahu huwal ghofurorrohiim
